Ecadin

GAMBAR: ANTARA FOTO - RISKY ANDRIANTO

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi tumpukan sampah, misalnya dengan cara 3R (reduce, reuse, dan recycle) atau dengan cara yang lebih mutakhir yakni dengan menjadikan sampah sebagai sumber energi. Upaya memanfaatkan sampah menjadi sumber energi adalah dengan membangun Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).

Dalam PSEL, sampah segar akan dibakar dan panas yang dihasilkan kemudian dikonversi menjadi energi listrik seperti di pembangkit listrik pada umumnya. Dari segi bisnis, pendapatan utama PSEL akan berasal dari tipping fee dan penjualan listrik.

Konversi Sampah menjadi Energi Listrik dengan Pendekatan Termokimia

Pada proses PSEL dengan pendekatan termokimia, terdapat tiga (3) proses pembakaran yang dilakukan guna mengkonversi sampah menjadi energi panas:

1. Pembakaran langsung sampah (insinerasi) yaitu pendekatan konvensional pembakaran melalui reaksi eksotermik antara oksigen dan bahan bakar;

2. Pirolisis yaitu proses pemanasan sampah yang menggunakan kondisi tanpa oksigen atau dengan oksigen berkadar rendah; dan

3. Gasifikasi yaitu mengonversi sampah menjadi gas dan produk kimiawi lainnya.

Ketiga proses produksi energi panas tersebut dapat ditemukan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel/Genset (PLTD/G). 

Konversi Sampah menjadi Energi Listrik dengan Pendekatan Biokimia

Tidak hanya dengan pembakaran, sampah juga dapat menghasilkan energi panas dengan cara tidak dibakar. Proses tersebut menggunakan pendekatan biokimia yang salah satunya adalah dengan anaerobic digestion (AD) di mana dekomposisi sampah dilakukan dengan melibatkan berbagai jenis mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen.

Proses dekomposisi tersebut terdiri atas hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Produk anaerobic digestion adalah biogas dan digestate. Biogas merupakan proses pengolahan limbah organik secara anaerob yang bertujuan untuk menghasilkan gas metan (CH4). Digestate merupakan material yang tersisa dari proses anaerobic digestion yang bisa berupa campuran padatan dan cairan (semi-solid) maupun padatan (solid) yang kaya akan nutrien sehingga dapat digunakan sebagai pupuk. 

Selain cara pengolahannya, penting juga untuk memperhatikan pre-treatment dari sampah (seperti pemilahan sampah). Pemilahan sampah penting untuk dilakukan sebelum melakukan proses-proses di atas guna mendukung efektivitas keseluruhan proses pengolahan sampah dalam menghasilkan energi panas dengan proses yang tepat. 

Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Indonesia

PLTSa sendiri sudah mulai diterapkan di beberapa tempat di Indonesia seperti: PLTSa Merah Putih-BPPT di Bantargebang, Bekasi; PLTSa Benowo di Surabaya; dan PLTSa di Solo. Selain itu, PLTSa yang dibangun di Tangerang bahkan menerapkan sistem hybrid yakni dengan menggabungkan teknologi pengolahan sampah dengan pembakaran (termokimia) dan tanpa dibakar (biokimia). 

Dengan demikian, jelas sudah bahwa masalah sampah dapat diatasi dengan cara memanfaatkannya menjadi sumber daya energi. Hal tersebut kemudian dapat mendukung upaya transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara berkembang, masalah sampah ini justru bisa menjadi potensi baru dalam pertumbuhan ekonomi. 

Related Articles