Ecadin

GAMBAR: ANDREY RALEV

Sistem operasi PLTA tidak jauh berbeda dengan sistem ketenagalistrikan lainnya secara umum. Walaupun demikian, PLTA memiliki peran khusus dalam sistem ketenagalistrikan. Berikut paparan mengenai sistem operasi dan peran dari PLTA dalam sistem ketenagalistrikan.

Konsep Pengoperasian Sistem Tenaga Listrik secara Umum

GAMBAR: KEMENTERIAN ESDM

Secara umum, pengoperasian sistem tenaga listrik memiliki dua komponen penting yaitu penjual dan pembeli. Penjual dalam hal ini merupakan orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan produksi/pembangkir listrik.

Sedangkan listrik yang akan dijual akan dibeli oleh pembeli yaitu PT PLN, khususnya Pusat Pengatur Beban (P2B). P2B merupakan bagian dari PLN yang berhadapan langsung dengan unit pembangkit atau produsen listrik. Energi listrik yang diterima oleh P2B ini akan ditransmisikan dan didistribusikan menuju ke konsumen. 

Antara pembangkit listrik dengan P2B memiliki customer perspective. Customer perspective dari pembangkit terdiri dari:

(1) Equivalent Availability Factor (EAF) yang berkaitan dengan produktivitas dari pembangkit meliputi ketersediaan;

(2) Equivalent Forced Outage Rate (EFOR) yang berkaitan dengan pembangkit tidak siap untuk dioperasikan atau tidak siap mengirimkan energi listrik ke PLN;

(3) Sudden Outage Frequency (SdOF) berkaitan dengan perspektif kualitas yaitu terjadinya gangguan per unit secara tiba-tiba yang dialami oleh pembangkit ketika beroperasi;

(4) Efficiency (Eff)/NPHR dari pembangkit listrik; dan

(5) Energi listrik yang diproduksi.

Customer perspective tersebut nantinya akan berkaitan dengan parameter kerja dari PLTA itu sendiri. 

Parameter Operasi PLTA

GAMBAR: CALIN DEJEU

Untuk dapat mengirimkan energi listrik dari pembangkit ke jaringan PLN, maka PLTA harus sinkron dengan jaringan PLN agar proses transmisi energi dapat berjalan. Ada pula syarat sinkronisasi tersebut di antaranya terkait:

(1) Tegangan. PLTA harus memiliki output tegangan yang sama dengan jaringan transmisi PLN P2B yaitu 500 kV, 150 kV, atau 20 kV.

(2) Frekuensi. PLTA di Indonesia harus memiliki output frekuensi jaringan di 50 Hz atau 60 Hz.

(3) Sudut Phasa. Listrik yang dikeluarkan harus memiliki sudut phasa yang sama dengan sistem transmisi.

Peran Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Dalam Sistem Kelistrikan

PLTA difungsikan sebagai pengendali frekuensi sistem karena memiliki fasilitas Automatic Generating Control (AGC) sehingga setiap terjadi perubahan pada sistem atau jaringan, maka PLTA akan mengendalikan frekuensi yang ada pada jaringan tersebut dengan AGC agar frekuensi sistem terkendali.

PLTA juga berperan sebagai fasilitas black start dan line charging ketika terjadi black out (padam total) saat transmisi pada 500 kilovolts (KV). Fasilitas black start dan line charging dimiliki oleh PLTA karena pembangkit listrik ini beroperasi sangat cepat (fast response).

PLTA hanya membutuhkan waktu sekitar 6 menit untuk memulai transmisi (start) yang kemudian lanjut ke tahap sinkronisasi hingga mencapai beban tertentu di P2B. Selain itu, peran lain dari PLTA yaitu sebagai penyangga beban puncak (peak load) dan sebagai penyangga beban dasar (base load).

Related Articles