Ecadin

Envisioning Wind Energy

Pembangkit listrik tenaga bayu atau PLTB adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi kinetik pada angin dengan menggunakan turbin angin untuk menghasilkan listrik. Energi angin sendiri merupakan salah satu energi terbarukan yang rendah emisi karbon dalam pemanfaatannya.

Hingga kini, pemanfaatan energi tersebut di dunia melalui PLTB terus mengalami peningkatan dan diproyeksikan akan terus meningkat. Telah tercatat bahwa pada tahun 2001, kapasitas total PLTB yang terpasang di dunia adalah 24 GW. Angka tersebut meningkat drastis selama kurang lebih dua dekade terakhir dan mencapai kapasitas total sebesar 650 GW pada tahun 2019. Secara geografis, pasar energi angin terbesar di dunia terdapat di negara Republik Rakyat Tiongkok dan Amerika Serikat yang kemudian diikuti oleh negara-negara di benua Eropa, India dan negara lainnya.

Di balik peningkatan yang signifikan tersebut, terdapat beberapa faktor penyebab yang saling terkait, yang diantaranya adalah:

Pengurangan emisi karbon dan transformasi energi

Berbagai negara telah bersepakat melalui Paris Agreement pada penghujung tahun 2015 untuk mengurangi emisi karbon demi menjaga kenaikan suhu global tidak melebihi 1.5 °C. Cita-cita tersebut melahirkan kebutuhan akan sebuah transformasi pada sektor energi secara global, yakni peralihan dari penggunaan bahan bakar fosil ke pemanfaatan energi terbarukan, termasuk di dalamnya adalah energi angin.

Selain mengurangi dampak negatif pada lingkungan, transformasi energi juga diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil sehingga meningkatkan keamanan energi, memperluas akses terhadap energi mengingat sifat energi terbarukan yang distributed dan lokal, serta meningkatkan peluang kerja dan tingkat perekonomian masyarakat setempat di mana proyek energi terbarukan ini dikembangkan.

Kebijakan dan regulasi pemerintah yang suportif

Agar transformasi sektor energi ini dapat terwujud, pemerintah berbagai negara mendorong investasi di bidang energi terbarukan melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung. Di dua pasar energi angin terbesar di dunia, RRT dan AS, mekanisme insentif pemerintah menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, kapasitas PLTB dunia akan mencapai rekor tertinggi setelah didongkrak oleh pertumbuhan di kedua pasar tersebut mengingat mekanisme insentif yang akan segera berakhir. Hal ini membuat para pengembang PLTB di negara tersebut mengejar untuk menyelesaikan proyek PLTB sebelum tahun 2020 berakhir guna mendapakan manfaat dari insentif pemerintah.

Mekanisme pasar yang kondusif

Sementara itu, negara-negara lain yang terletak di benua Eropa, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, akan lebih banyak didorong oleh mekanisme pasar ataupun tender. Dalam mekanisme tersebut, pertumbuhan kebutuhan listrik memberi ruang bagi pengembangan suplai energi listrik dari PLTB. Di Indonesia, instrumen pasar seperti perjanjian jual beli listrik atau PJBL menjadi jaminan bahwa listrik yang dihasilkan PLTB akan diterima oleh PLN dan diserap konsumen. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi pada PLTB di Indonesia.

Tingkat kematangan teknologi yang semakin tinggi

Pertumbuhan kapasitas PLTB ini juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan teknologi turbin angin yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tren positif seperti peningkatan rata-rata faktor kapasitas, output produksi turbin angin, tinggi menara, diameter baling-baling,penurunan biaya instalasi dan penurunan satuan harga listrik yang dihasilkan oleh PLTB.

Meskipun begitu, pertumbuhan kapasitas ini tidak lepas dari berbagai rintangan yang bisa menghambat laju pertumbuhan. Wabah Covid-19 yang mengglobal telah terbukti memberikan dampak penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi dunia sehingga pertumbuhan permintaan listrik pun juga menurun. Secara tidak langsung, hal tersebut dapat memperlambat penambahan kapasitas PLTB di dunia.
Sementara itu, Jerman dan India kini tengah mengalami dinamika pasar yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan PLTB. Berakhirnya masa aktif insentif pemerintah di RRT pada tahun 2023 juga diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan PLTB di masa depan.

Sumber: https://jurnalbabel.com/

Bagaimana dengan kondisi energi angin di Indonesia?

Indonesia memiliki kecenderungan sumber daya angin yang kurang baik akibat letaknya yang dekat dengan garis khatulistiwa. Kendati demikian, beberapa lokasi di Indonesia memiliki potensi untuk pengembangan PLTB, yang salah satunya terletak di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Dari potensi total energi angin di Indonesia yang diperkirakan sebesar 9.29 GW, baru 1.6% atau setara dengan 0.147 GW yang telah dimanfaatkan hingga tahun 2019.
Di sisi lain, Indonesia memiliki cita-cita besar untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan dalam pembangkitan listrik di Indonesia, dengan sumbangan dari PLTB sebesar 1.8 GW. Indonesia juga sudah berkomitmen dalam Paris Agreement untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29% pada tahun 2030. Program-program transformasi sektor energi Indonesia juga meliputi penurunan kapasitas pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan peningkatan efisiensi energi.

Potensi yang belum dimanfaatkan secara signifikan dan cita-cita yang besar tersebut, hingga kini, masih dipisahkan oleh jurang yang berupa kurang matangnya regulasi pendukung dan tantangan lain. Tarif listrik yang dihasilkan oleh PLTB ditetapkan berdasarkan biaya pokok produksi, sehingga diharuskan bersaing dengan harga listrik energi konvensional. Meskipun begitu, PLN sebagai satu-satunya badan usaha yang dapat mengalirkan listrik tersebut ke pelanggan dapat menawar dengan harga yang lebih rendah.

Skema Feed-in-Tariff yang dapat mendukung pengembangan energi terbarukan masih dalam proses penyusunan oleh pemerintah. Proses perizinan pengembangan PLTB masih dirasa rumit dan kurang transparan, dan ditambah lagi pembebasan lahan yang mahal.

Di sisi lain, perlu kita pahami pula bahwa energi terbarukan, khususnya energi angin, memiliki sifat yang intermiten dan fluktuatif. Produksi PLTB sangat ditentukan oleh kecepatan angin yang bervariasi dari waktu ke waktu dalam skala menit hingga bulan/musim.

Implementasi PLTB akan menjadi lebih efektif ketika digabungkan dalam sistem hibrida dengan pembangkit listrik lain yang lebih stabil seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau sistem baterai.

Maka dari itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa sudah sepatutnya kita bersyukur bahwa Indonesia dikaruniai potensi energi angin yang cukup besar. Peluang tersebut harus disambut baik dengan bentuk perbaikan di sektor-sektor pendukungnya, seperti sektor regulasi, perizinan, pembebasan lahan dan pendanaan, agar cita-cita transformasi energi Indonesia dapat tercapai.

Share this article

Related Articles