Indonesia dikaruniai dengan potensi tenaga air yang besar. Secara teoritis potensi tenaga air di Indonesia lebih dari 75.000 MW. Potensi terbanyak berada di Maluku-Papua sebesar 22.800 MW, diikuti oleh Kalimantan sebesar 21.000 MW, Sumatera sebesar 15.000 MW serta Sulawesi sebesar 10.000 MW. Kapasitas terpasang saat ini adalah sekitar 5.700 MW (DEN, 2018) dengan kapasitas terpasang mikro hidro mencapai sekitar 100 MW.
Memperhatikan potensi yang besar dan kapasitas terpasang yang masih kecil, maka terbuka luas peluang untuk pengembangan potensi mikro hidro, terutama di daerah dimana pusat beban relatif sudah berkembang dibandingkan pulau-pulau lain, seperti di Jawa, Sulawesi dan Sumatera.
Mikro hidro merupakan salah satu pilihan teknologi untuk pelistrikan perdesaan hingga saat ini. Mikro hidro memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teknologi lain, diantaranya:
- Mikro hidro bisa beroperasi 24 jam pada arus bolak-balik,
- Pemanfaatan tenaga air yang fleksibel baik secara mekanis (direct drive) maupun untuk menghasilkan tenaga listrik, serta
- Memiliki dampak positif pada lingkungan yang luas seperti misalnya perlindungan hutan untuk menjaga sumber air.
Teknologi mikro hidro sudah dikuasai oleh Indonesia sehingga pasokan suku cadang utama seperti turbin dan sistem kontrol bisa disediakan dari dalam negeri. Dengan kualitas perangkat keras yang baik, mikro hidro mampu memberikan layanan listrik paling tidak pada Tier 3 [1], sehingga dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat sebagai pengguna bisa lebih luas.
Bagaimana sejarah pabrikan lokal bisa menguasai teknologi mikro hidro?
Banyak pihak yang memperkenalkan teknologi mikro hidro di Indonesia baik yang tercatat maupun tidak. Usaha transfer teknologi yang cukup masif dan terarah dilakukan oleh Jerman melalui GTZ di tahun 1990-an hingga tahun 2000-an dengan memperkenalkan teknologi turbin aliran silang (cross flow turbine) dan juga control beban elektronik (electronic load controller).
Pengembangan teknologi turbin aliran silang (Seri T) dimulai dari T-7 hingga T-15 dan menghasilkan ketrampilan dan kemampuan lokal untuk memproduksi turbin di berbagai daerah terutama di Bandung, Padang, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.
Bandung merupakan centre of excellence mikro hidro di Indonesia dimana di kota tersebut terdapat beberapa pabrikan lokal, perhimpunan ahli mikro hidro AHB (Asosiasi Hidro Bandung) dan pusat pelatihan mikro hidro HYCOM (Hydro Competence Centre).
Upaya transfer teknologi didukung pula oleh program pemerintah khususnya Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk membangun pembangkit mikro hidro di berbagai daerah di Indonesia. Mikro hidro menjadi pilihan pemerintah dari sekitar tahun 2005 hingga sekitar tahun 2014 untuk program pelistrikan perdesaan, sebelum mini grid dengan fotovoltaik (PV) menjamur.
Terjadi peningkatan kapasitas mikro hidro untuk pelistrikan perdesaan yang signifikan dari tahun 1990-an hingga tahun 2010-an. Tercatat dari sekitar 25 kW di tahun 1990 menjadi sekitar 7.000 kW di tahun 2013 [2]. Dari tahun 2013 hingga sekarang kegiatan pengembangan mikro hidro untuk pelistrikan perdesaan dengan memanfaatkan dana pemerintah sudah menurun tajam dibandingkan masa-masa tersebut.
Berkurangnya kegiatan pengembangan mikro hidro dari pemerintah tersebut memberikan dampak yang secara langsung dirasakan oleh pabrikan lokal baik di Jawa Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, maupun Sumatera Barat. Volume kegiatan mereka berkurang secara drastis. Beberapa produsen lokal merubah bisnis mikro hidro mereka ke bisnis lain, sementara produsen lain masih bertahan dengan mengandalkan pekerjaan yang berasal dari swadaya masyarakat terutama dari wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Dana Desa yang diguyurkan pemerintah sedikit memberikan nafas bagi beberapa produsen. Ekspor teknologi mikro hidro baik berupa turbin maupun sistem kontrol juga mereka lakukan khususnya oleh produsen di Bandung walaupun dalam jumlah terbatas ke negara-negara di Afrika dan Asia.
Mikro hidro mampu memfasilitasi hal tersebut berkat efisiensi konversi energi yang baik dan fleksibilitas metode pemanfaatan energi airnya. Hal di atas memerlukan perencanaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya mengutamakan akses energi namun juga perubahan sosial dan ekonomi. Sehingga kuncinya terletak pada multi-stakeholder planning.
Kedua adalah keberpihakan kepada keahlian lokal karena hal ini akan meningkatkan kemandirian energi, peningkatan ekonomi secara luas serta tidak adanya devisa yang keluar dari Indonesia. Dukungan kepada produsen lokal dalam bentuk pengembangan kegiatan mikro hidro perdesaan perlu dibangkitkan lagi dengan metode yang lebih baik, yakni meliputi tujuan akhir yang lebih komprehensif dan tidak terbatas hanya pada peningkatan akses. Mempertimbangkan proses pembangunan mikro hidro yang lebih memakan waktu, perlu ada deregulasi proses pengadaan khususnya untuk kegiatan yang didanai oleh pemerintah.
Ketiga adalah ekspor ketrampilan dan teknologi ke luar Indonesia. Indonesia dipandang sebagai salah satu negara yang memiliki keunggulan di bidang teknologi mikro hidro. Hal ini perlu dipromosikan secara lebih luas oleh pemerintah. Dampak positif yang bisa dirasakan Indonesia antara lain adalah dampak ekonomi berupa devisa yang masuk dan juga dampak diplomasi dengan negara-negara lain. Skema Kerjasama Selatan-Selatan bisa menjadi satu strategi untuk hal ini. Hingga kini, sudah banyak bangsa asing yang datang ke Indonesia untuk mempelajari hal tersebut.
Maka dari itu, sudah saatnya bagi Indonesia untuk dengan bangga mempromosikan keunggulan ini dan berkontribusi untuk pembangunan berkelanjutan Akhirnya, diharapkan dunia mikro hidro di Indonesia bisa menjadi lebih baik, memberikan dampak maksimal bagi kehidupan masyarakat di perdesaan dan berkontribusi kepada tujuan global.
Dengan adanya penurunan volume kegiatan mikro hidro, apalagi dengan adanya pandemi COVID-19, dikhawatirkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang mikro hidro akan hilang dan Indonesia akan mengalami kerugian besar khususnya dalam aspek kemandirian energi.
Memperhatikan kelebihan mikro hidro, khususnya terkait ketersediaan energi listrik selama 24 jam serta fleksibilitas di dalam pemanfaatan energi airnya, mikro hidro merupakan salah satu pilihan yang masuk akal untuk daerah perdesaan yang memiliki potensi air.
Teknologi yang bisa disediakan secara lokal juga memberikan nilai tambah bagi teknologi ini khususnya dari segi dukungan teknis dan biaya operasi dan pemeliharaan yang relatif rendah, terutama dalam jangka panjang.
Teknologi mikro hidro juga relatif lebih mudah dimengerti dibandingkan teknologi lain. Perkembangan teknologi energi terbarukan lain cenderung semakin kompleks dan memerlukan ketrampilan lebih yang relatif tinggi untuk mengelolanya. Kemandirian energi di tingkat desa bisa menjadi rendah.
Singkatnya, untuk daerah yang memiliki potensi energi air, mikro hidro adalah pilihan yang masuk akal.
BAGAIMANA SELANJUTNYA?
Pertama, tujuan dari pembangunan infrastruktur harus ditentukan. Era peningkatan rasio elektrifikasi sudah berlalu, sehingga peningkatan tingkat layanan energi menjadi lebih penting untuk saat ini. Perubahan sosial ekonomi memerlukan tingkat layanan energi yang baik misalnya untuk memfasilitasi kegiatan usaha produktif dan fasilitas kesehatan