Ecadin

GAMBAR: ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN

Dampak Lingkungan Proyek Panas Bumi

Proyek panas bumi memiliki dampak lingkungan yang dibagi menjadi beberapa kategori yang ditentukan berdasarkan proses assessment. Kategori tersebut meliputi kebisingan dan debu, emisi H 2 S (hidrogen sulfida), getaran, limbah dari proses pengeboran, penggunaan air dari sungai, kepadatan lalu lintas, dan tenaga kerja lokal.

Dari kategori tersebut, ada pula limbah dari proses pengeboran menjadi isu yang paling sering terjadi dalam proyek panas bumi. Selain itu, penggunaan air dari sungai juga menjadi isu penting terutama pada saat tahap/proses pengeboran karena membutuhkan air dalam jumlah banyak yang dapat berdampak pada suplai air masyarakat sekitar yang menjadi berkurang. Selain itu, pengeboran juga menimbulkan permasalahan seperti perubahan rasa pada mata air atau dalam kata lain sumber air mengalami pencemaran.

Pengelolaan atau Mitigasi Terhadap Dampak Lingkungan Panas Bumi

Dari beberapa dampak lingkungan yang sering muncul, maka diperlukan pengelolaan atau mitigasi. Tentunya, proses pengelolaan atau mitigasi ini dilaksanakan sesuai peraturan yang sudah ditentukan.

Beberapa bentuk pengelolaan tersebut antara lain dengan:

  • Pemasangan acoustic foam di sumber kebisingan berguna untuk mitigasi dari dampak yang ditimbulkan akibat kebisingan dan debu;
  • Melakukan pemantauan terhadap emisi H2S yang dihasilkan selama kegiatan proyek;
  • Untuk mengatasi efek getaran, digunakan alat rock cutter dan hydraulic splitter dengan getaran rendah serta menggunakan alternatif pembuatan pondasi dengan bored piling; dan
  • Melaksanakan prosedur yang sesuai dengan SOP saat melakukan pengelolaan limbah.

Andai kata proyek energi panas bumi telah berdampak pada lingkungan, ada beberapa bentuk mitigasi yang dapat dilakukan. Mitigasi yang dilakukan untuk mengelola dampak penggunaan air dari sungai yaitu mengurus Surat Izin Pengusahaan Air Tanah (SIPA) dan melakukan perhitungan pemakaian air serta koordinasi dengan masyarakat.

Mitigasi terhadap kepadatan lalu lintas dapat dilakukan dengan mengatur lalu lintas, penyesuaian jadwal mobilisasi dan koordinasi dengan pemangku jabatan. Sedangkan untuk mengelola dapat dari segi tenaga kerja lokal, dapat dilakukan pembentukan Komite Tenaga Kerja yang melibatkan perusahaan, mitra, dan pemangku kepentingan.

Related Articles